Rabu, 13 Mei 2020

KARAKTERISTIK BAHASA SASTRA


Bahasa sastra merupakan salah satu komponen yang khas dalam dunia sastra.  Sastra menyediakan norma untuk pemakaian bahasa yang baik dan dalam hal ini ditekankan pada aspek pragmatis yang sejak dulu memainkan peranan penting dalam retorika.

BAHASA SASTRA

Bahasa (dari bahasa Sanskerta भाषा, bhāṣā) adalah kemampuan yang dimiliki manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lainnya menggunakan tanda, misalnya kata dan gerakan. Sedangkan  Sastra (sansekerta: शास्त्र, shastra) merupakan kata serapan dari bahasa sastra śāstra, yang berarti "teks yang mengandung instruksi" atau "pedoman", dari kata dasar śās- yang berarti "instruksi" atau "ajaran". Dapat dikatakan bahwa bahasa sastra adalah Bahasa sastra adalah bahasa yang khas dalam dunia sastra dan menurut beberapa orang menyimpang dari penuturan yang bersifat otomatis, rutin, biasa dan wajar.

A.  Ciri-ciri atau karakteristik bahasa sastra

  1. Bersifat konotatif
Konotatif adalah kata yang memiliki pengertian tambahan atau arti sekunder di samping arti primernya. Nilai konotasi yang lebih luas dari pengertian denotasi amat penting dalam karya sastra
  1. Bersifat simbolis
    Bahasa kesusastraan lebih bersifat simbolis, artinya bahasa sastra bukan saja mengungkapkan yang tersurat, tapi juga mengungkapkan makna yang tersirat. Hal ini berbeda dengan bahasa kewartawanan yang lebih bersifat literal.
  2. Bersifat multitafsir
    Multitafsir artinya berpenafsiran ganda. Bahasa dalam sastra cenderung mengundang penafsiran ganda dari pembacanya. Hal itu terjadi karena sifat konotatif bahasa sastra serta pengalaman masing-masing pembaca berbeda dan beragam.
  3. Memperhatikan efek musikalitas
    Efek musikalitas adalah efek suara atau bunyi yang mampu membangkitkan rasa merdu. Kemerduan bunyi bahasa dalam karya sastra pada umumnya dapat dimunculkan lewat pola persajakan atau rima atau kadang dibentuk lewat perulangan bunyi yang sama dalam setiap bait atau kalimat.

B.  Jenis-Jenis Gaya Bahasa dalam Karya Sastra
Beberapa ragam majas dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu:
1.    Gaya bahasa perbandingan
       a.    Metafora
Penggunaan perbandingan langsung dalam mengungkapkan perasaan penulis.
Contoh :
  • Dewi malam telah keluar dari peraduannya. (dewi malam menggantikan bulan).
  • Demi menghidupi keluarganya, ia rela memeras otak dan membanting tulang. (memeras otak berarti berpikir keras, membanting tulang berarti bekerja keras).
b.   Personifikasi
Gaya pengorangan,menganggap benda mati atau tak bergerak dilukiskan seperti manusia.
Contoh :
  • Karena terdesak, pisau pun ikut bicara.
  • Bulan mengintip dibalik awan, sementara angin semilir membelai rambutku.
c.    Asosiasi
Gaya bahasa ini memberikan perbandingan terhadap benda yang sudah disebutkan. Perbandingan ini memberikan gambaran sehingga hal yang disebutkan menjadi lebih jelas.
Contoh :
  • Mukanya pucat bagai bulan kesiangan.
  • Suaranya merdu bagai bulu perindu.
d.   Alegori
Penggunaan perbandingan secara utuh, biasanya berupa kiasan.
Contoh :
  • “…Aduhai bunga melati. Putih berseri. Ingin kusentuh kelopakmu. Semerbak wangimu kurindu. Mahkotamu menjulai lunglai permai. Tidurku selimutkan mimpi atasmu…”
e.    Simbolik
Gaya yang menggunakan bahasa tertentu sebagai symbol atau lambang.
Contoh :
  • Melati lambing kesucian.
  • Bunglon lambing bagi orang yang tidak tetap pendiriannya.
f.     Metonimia
Penggunaan ungkapan sebagai pengganti nama atau keadaan yang sebenarnya.
Contoh ;
  • Ia tengah menyasikan film Si Pincang.
  • Si Belang datang 
g.    Litotes
Penggunaan ungkapan yang berlawanan dengan keadaan sebenarnya dengan maksud untuk merendahkan diri.
Contoh :
  • Bila ada waktu mampirlah ke gubuk kami.
  • Usaha kami ini hanya setitik kecil dari samudra yang luas.
h.   Sinekdoke
Penggunaan gaya dengan cara menyebutkan bagian atau keseluruhan. Gaya ini dibagi menjadi dua macam, yaitu :
1)   Pars pro toto
Penggunaan bagian suatu benda atau keadaan sedangkan yang dimaksud adalah keseluruhan. Contoh : Hamdan memelihara dua puluh ekor lembu.
2)   Totem proparte
Gaya bahasa yang terjadi oleh sebab menyebutkan keseluruhan benda, sedangkan yang diaksud adalah sebagian. Contoh : Rakyat Indonesia bahu-membahu melawan Belanda, Pati merebut piala bergilir Gubernur Jawa Tengah dalam perlombaan itu.
i.      Eufemisme
Gaya bahasa pelembut, dengan maksud untuk berlaku sopan.
Contoh :
  • Amin tidak naik kelas karena kurang pandai (bodoh)
  • Kami mohon izin ke belakang sebentar
j.     Hiperbola
Penggunaan ungkapan dengan cara yang berlebihan.
Contoh :
  • Suaranya menggelegar membelah angkasa.
  • Kenaikan harga BBM mencekik leher.
k.   Parifrasis
Penggunaan sepatah kata pengganti dengan serangkaian kata yang mengandung arti yang sama dengan kata yang digantikan itu.
Contoh :
  • Pagi-pagi berangkatlah kami. Kalimat ini diganti : ketika sang surya keluar dari peraduannya, berangkatlah kami.
  • Kereta api berlari terus. Kalimat ini diganti : kuda besi itu berlari terus

2.        Gaya Bahasa Sindiran
a.    Ironi
Ialah salah satu majas sindiran yang dikatakan sebaliknya dari apa yang sebenarnya dengan maksud menyindir orang dan diungkapkan secara halus
b.   Sinisme
Gaya bahasa sindiran yang lebih kasar dari gaya ironi.
c.    Sarkasme
Gaya bahasa sindiran yang terkasar dimana memaki orang dengan kata-kata kasar dan tak sopan.
3.        Gaya Bahasa Penegasan
a.    Pleonasme
Menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan.
Contoh-contoh:
  • Dia turun ke bawah => Dia turun
b.    Paralelisme
Pengulangan kata-kata untuk menegaskan yang terdapat pada puisi. Bila kata yang diulang pada awal kalimat dinamakan anaphora, dan jika terdapat pada akhir kalimat dinamakan evipora.
Contoh-contoh:
  • Kau berkertas putih
Kau bertinta hitam
Kau beratus halaman
Kau bersampul rapi.
c.    Interupsi
Gaya bahasa penegasan yang mempergunakan sisipan di tengah-tengah kalimat pokok, denagn maksud untuk menjelaskan sesuatu dalam kalimat tersebut.
Contoh: Tiba-tiba Ia-kekasih itu- direbut oleh perempuan lain.
d.   Retoris
Gaya bahasa penegasan ini mempergunakan kalimat Tanya-tak-bertanya. Sering menyatakan kesangsian atau bersifat mengejek.
Contoh-contoh:
  • Mana mungkin orang mati hidup lagi?!
e.    Koreksio
Dipakai untuk membetulkan kembali apa yang salah diucapkan baik yang disengaja maupun tidak.
Contoh-contoh:
  • Dia adikku! Eh, bukan, dia kakakku!
f. Asimdeton
Beberapa hal keadaan atau benda disebutkan berturut-turut tanpa menggunakan kata penghubung.
Contoh:
  • Meja, kursi, lemari ditangkubkan dalam kamar itu.

4.      Gaya Bahasa Pertentangan
a.       Paradoks
            Majas ini terlihat seolah-olah ada pertentangan.
            Contoh:
  • Gajinya besar, tapi hidupnya melarat.
b.      Antitesis
            Majas pertentangan yang menggunakan paduan kata yang berlawanan arti.
            Contoh:
  • Tua muda, besar kecil, semuanya hadir di tempat itu.
c.       Kontradiksio Interminis
           Yaitu majas yang memperlihatkan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang                                    sudahdikatakan   semula. Apa yang sudah dikatakan, disangkal lagi oleh ucapan kemudian.
           Contoh:
  • Semuanya sudah hadir, kecuali Si Amir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI DAN UNSUR-UNSUR PEMBANGUNNYA

fiksi adalah cerita rekaan atau khayalan yang berdasarkan imajinasi prngarang. Kebenaran dalam dunia fiksi adalah kebenaran y...