Rabu, 13 Mei 2020

FIKSI DAN UNSUR-UNSUR PEMBANGUNNYA


fiksi adalah cerita rekaan atau khayalan yang berdasarkan imajinasi prngarang. Kebenaran dalam dunia fiksi adalah kebenaran yang sesuai dengan keyakinan pengarang, kebenaran yang telah diyakini “keabsahannya” sesuai pandangannya terhadap masalah hidup dan kehidupan.
1.      Pembedaan Fiksi
a.       Novel dan Cerita Pendek
Perbedaan novel dengan cerita pendek (disingkat: cerpen) yang pertama (dan yang terutama) dapat dilihat dari segi formalitas bentuk, segi panjang cerita.
b.      Novel Serius dan Novel Populer
Novel populer adalah novel yang populer pada masanya dan banyak penggemarnya, khususnya pembaca di kalangan remaja. Sedangkan Novel serius, justru “harus” sanggup memberikan yang serba berkemungkinan, dan itulah sebenarnya makna sastra yang sastra.

2.      Unsur-Unsur Fiksi
a.       Intrinsik dan Ekstrinsik
Unsur intrinsik (intrinsic) adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Misalnya, peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain.
Unsur ekstrinsik (extrinsic) adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra.
b.      Fakta, Tema, Sarana Cerita
Fakta (facts) dalam sebuah cerita meliputi karakter (tokoh cerita), plot, dan setting. Tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita. Dan sarana pengucapan sastra, sarana kesastraan (literary devices) adalah teknik yang dipergunakan oleh pengarang untuk memilih dan menyusun detil-detil cerita.
c.       Cerita dan Wacana
Cerita merupakan isi dari ekspresi naratif, sedang wacana merupakan bentuk dari sesuatu yang diekspresikan (Chatman, 1980:23).
A.    KAJIAN FIKSI
  •      Kajian Struktural

Analisis struktural karya sastra, yang dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik fiksi yang bersangkutan. Analisis struktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antarberbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah kemenyeluruhan.
  •      Kajian Semiotik

Semiotik adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda (Hoed, 1992:2). Tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan, dan lain-lain.
Perkembangan teori semiotik dapat dibedakan ke dalam dua jenis semiotika, yaitu semiotik komunikasi dan semiotik signifikasi. Semiotik komunikasi menekankan diri pada teori produksi tanda, sedangkan semiotik signifikasi menkankan pemahaman, dan atau pemberian makna, suatu tanda.
  •       Kajian Intertekstual

Kajian intertekstual dimaksudkan sebagai kajian terhadap sejumlah teks (lengkapnya: teks kesastraan), yang diduga mempunyai bentuk-bentuk hubungan tertentu.


referensi: 



  http://mama-diyah.blogspot.com/2013/11/makalah-apresiasi-fiksi-tentang bahasa.html
  https://www.academia.edu/10780089/Makalah_tentang_karangan_fiksi

KARAKTERISTIK BAHASA SASTRA


Bahasa sastra merupakan salah satu komponen yang khas dalam dunia sastra.  Sastra menyediakan norma untuk pemakaian bahasa yang baik dan dalam hal ini ditekankan pada aspek pragmatis yang sejak dulu memainkan peranan penting dalam retorika.

BAHASA SASTRA

Bahasa (dari bahasa Sanskerta भाषा, bhāṣā) adalah kemampuan yang dimiliki manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lainnya menggunakan tanda, misalnya kata dan gerakan. Sedangkan  Sastra (sansekerta: शास्त्र, shastra) merupakan kata serapan dari bahasa sastra śāstra, yang berarti "teks yang mengandung instruksi" atau "pedoman", dari kata dasar śās- yang berarti "instruksi" atau "ajaran". Dapat dikatakan bahwa bahasa sastra adalah Bahasa sastra adalah bahasa yang khas dalam dunia sastra dan menurut beberapa orang menyimpang dari penuturan yang bersifat otomatis, rutin, biasa dan wajar.

A.  Ciri-ciri atau karakteristik bahasa sastra

  1. Bersifat konotatif
Konotatif adalah kata yang memiliki pengertian tambahan atau arti sekunder di samping arti primernya. Nilai konotasi yang lebih luas dari pengertian denotasi amat penting dalam karya sastra
  1. Bersifat simbolis
    Bahasa kesusastraan lebih bersifat simbolis, artinya bahasa sastra bukan saja mengungkapkan yang tersurat, tapi juga mengungkapkan makna yang tersirat. Hal ini berbeda dengan bahasa kewartawanan yang lebih bersifat literal.
  2. Bersifat multitafsir
    Multitafsir artinya berpenafsiran ganda. Bahasa dalam sastra cenderung mengundang penafsiran ganda dari pembacanya. Hal itu terjadi karena sifat konotatif bahasa sastra serta pengalaman masing-masing pembaca berbeda dan beragam.
  3. Memperhatikan efek musikalitas
    Efek musikalitas adalah efek suara atau bunyi yang mampu membangkitkan rasa merdu. Kemerduan bunyi bahasa dalam karya sastra pada umumnya dapat dimunculkan lewat pola persajakan atau rima atau kadang dibentuk lewat perulangan bunyi yang sama dalam setiap bait atau kalimat.

B.  Jenis-Jenis Gaya Bahasa dalam Karya Sastra
Beberapa ragam majas dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu:
1.    Gaya bahasa perbandingan
       a.    Metafora
Penggunaan perbandingan langsung dalam mengungkapkan perasaan penulis.
Contoh :
  • Dewi malam telah keluar dari peraduannya. (dewi malam menggantikan bulan).
  • Demi menghidupi keluarganya, ia rela memeras otak dan membanting tulang. (memeras otak berarti berpikir keras, membanting tulang berarti bekerja keras).
b.   Personifikasi
Gaya pengorangan,menganggap benda mati atau tak bergerak dilukiskan seperti manusia.
Contoh :
  • Karena terdesak, pisau pun ikut bicara.
  • Bulan mengintip dibalik awan, sementara angin semilir membelai rambutku.
c.    Asosiasi
Gaya bahasa ini memberikan perbandingan terhadap benda yang sudah disebutkan. Perbandingan ini memberikan gambaran sehingga hal yang disebutkan menjadi lebih jelas.
Contoh :
  • Mukanya pucat bagai bulan kesiangan.
  • Suaranya merdu bagai bulu perindu.
d.   Alegori
Penggunaan perbandingan secara utuh, biasanya berupa kiasan.
Contoh :
  • “…Aduhai bunga melati. Putih berseri. Ingin kusentuh kelopakmu. Semerbak wangimu kurindu. Mahkotamu menjulai lunglai permai. Tidurku selimutkan mimpi atasmu…”
e.    Simbolik
Gaya yang menggunakan bahasa tertentu sebagai symbol atau lambang.
Contoh :
  • Melati lambing kesucian.
  • Bunglon lambing bagi orang yang tidak tetap pendiriannya.
f.     Metonimia
Penggunaan ungkapan sebagai pengganti nama atau keadaan yang sebenarnya.
Contoh ;
  • Ia tengah menyasikan film Si Pincang.
  • Si Belang datang 
g.    Litotes
Penggunaan ungkapan yang berlawanan dengan keadaan sebenarnya dengan maksud untuk merendahkan diri.
Contoh :
  • Bila ada waktu mampirlah ke gubuk kami.
  • Usaha kami ini hanya setitik kecil dari samudra yang luas.
h.   Sinekdoke
Penggunaan gaya dengan cara menyebutkan bagian atau keseluruhan. Gaya ini dibagi menjadi dua macam, yaitu :
1)   Pars pro toto
Penggunaan bagian suatu benda atau keadaan sedangkan yang dimaksud adalah keseluruhan. Contoh : Hamdan memelihara dua puluh ekor lembu.
2)   Totem proparte
Gaya bahasa yang terjadi oleh sebab menyebutkan keseluruhan benda, sedangkan yang diaksud adalah sebagian. Contoh : Rakyat Indonesia bahu-membahu melawan Belanda, Pati merebut piala bergilir Gubernur Jawa Tengah dalam perlombaan itu.
i.      Eufemisme
Gaya bahasa pelembut, dengan maksud untuk berlaku sopan.
Contoh :
  • Amin tidak naik kelas karena kurang pandai (bodoh)
  • Kami mohon izin ke belakang sebentar
j.     Hiperbola
Penggunaan ungkapan dengan cara yang berlebihan.
Contoh :
  • Suaranya menggelegar membelah angkasa.
  • Kenaikan harga BBM mencekik leher.
k.   Parifrasis
Penggunaan sepatah kata pengganti dengan serangkaian kata yang mengandung arti yang sama dengan kata yang digantikan itu.
Contoh :
  • Pagi-pagi berangkatlah kami. Kalimat ini diganti : ketika sang surya keluar dari peraduannya, berangkatlah kami.
  • Kereta api berlari terus. Kalimat ini diganti : kuda besi itu berlari terus

2.        Gaya Bahasa Sindiran
a.    Ironi
Ialah salah satu majas sindiran yang dikatakan sebaliknya dari apa yang sebenarnya dengan maksud menyindir orang dan diungkapkan secara halus
b.   Sinisme
Gaya bahasa sindiran yang lebih kasar dari gaya ironi.
c.    Sarkasme
Gaya bahasa sindiran yang terkasar dimana memaki orang dengan kata-kata kasar dan tak sopan.
3.        Gaya Bahasa Penegasan
a.    Pleonasme
Menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan.
Contoh-contoh:
  • Dia turun ke bawah => Dia turun
b.    Paralelisme
Pengulangan kata-kata untuk menegaskan yang terdapat pada puisi. Bila kata yang diulang pada awal kalimat dinamakan anaphora, dan jika terdapat pada akhir kalimat dinamakan evipora.
Contoh-contoh:
  • Kau berkertas putih
Kau bertinta hitam
Kau beratus halaman
Kau bersampul rapi.
c.    Interupsi
Gaya bahasa penegasan yang mempergunakan sisipan di tengah-tengah kalimat pokok, denagn maksud untuk menjelaskan sesuatu dalam kalimat tersebut.
Contoh: Tiba-tiba Ia-kekasih itu- direbut oleh perempuan lain.
d.   Retoris
Gaya bahasa penegasan ini mempergunakan kalimat Tanya-tak-bertanya. Sering menyatakan kesangsian atau bersifat mengejek.
Contoh-contoh:
  • Mana mungkin orang mati hidup lagi?!
e.    Koreksio
Dipakai untuk membetulkan kembali apa yang salah diucapkan baik yang disengaja maupun tidak.
Contoh-contoh:
  • Dia adikku! Eh, bukan, dia kakakku!
f. Asimdeton
Beberapa hal keadaan atau benda disebutkan berturut-turut tanpa menggunakan kata penghubung.
Contoh:
  • Meja, kursi, lemari ditangkubkan dalam kamar itu.

4.      Gaya Bahasa Pertentangan
a.       Paradoks
            Majas ini terlihat seolah-olah ada pertentangan.
            Contoh:
  • Gajinya besar, tapi hidupnya melarat.
b.      Antitesis
            Majas pertentangan yang menggunakan paduan kata yang berlawanan arti.
            Contoh:
  • Tua muda, besar kecil, semuanya hadir di tempat itu.
c.       Kontradiksio Interminis
           Yaitu majas yang memperlihatkan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang                                    sudahdikatakan   semula. Apa yang sudah dikatakan, disangkal lagi oleh ucapan kemudian.
           Contoh:
  • Semuanya sudah hadir, kecuali Si Amir.

GENRE SASTRA DAN KARYA SASTRA


Istilah genre sastra berasal dari prancis yang berarti jenis jadi genre sastra berarti jenis karya sastra ahli pikir yang pertama kali meletakkan dasar teori genre adalah aristoteles dalam tulisan nya yang terkenal adalah poetica. Teori aristoteles tentang jenis karya sastra di dasarkan pada yunani klasik. Yang menarik dari teori tersebut adalah teori tersebut dapat di terapkan pada karya sastra lain di seluruh dunia.

yang pertama kali meletakkan dasar teori genre adalah aristoteles dalam tulisan nya yang terkenal adalah poetica. Teori aristoteles tentang jenis karya sastra di dasarkan pada yunani klasik. Yang menarik dari teori tersebut adalah teori tersebut dapat di terapkan pada karya sastra lain di seluruh dunia.

                                                                                   

   Pembagian Genre Sastra
  Karya sastra menurut genre atau jenisnya terbagi atas puisi, prosa, dan drama. Pembagian tersebut didasarkan atas perbedaan bentuk fisiknya saja, bukan substansinya.. Berikut ini penjelasan salah satu bentuk karya sastra tersebut, yaitu:

Puisi

       Susunan kata dalam puisi relatif lebih padat dibandingkan prosa. Kehadiran kata-kata dan ungkapan dalam puisi diperhitungkan dari berbagai segi: makna, citraan, rima, ritme, nada, rasa, dan jangkauan simboliknya. Sebagai alat, katakata dalam puisi harus mampu diboboti oleh gagasan yang ingin diutarakan penyair. Di samping itu, kata-kata puisi harus pula mampu membangkitkan tanggapan rasa pembacanya. Kebebasan penyair untuk memperlakukan bahasa sebagai bahan puisi itu dalam istilah kesusastraan dikenal sebagai lisentia poetica. 
       Dari segi bentuknya terdapat puisi terikat dan puisi bebas. Puisi terikat dapat dikatakan sebagai puisi lama, puisi yang diciptakan oleh masyarakat lama, seperti pantun, syair,dan gurindam. Terdapat juga Puisi baru, puisi bebas atau yang lebih dikenal sebagai puisi modern dilahirkan dalam semangat mencari kebebasan pengucapan pribadi. Puisi modern dapat dianggap sebagai bentuk pengucapan puisi yang tidak menginginkan pola-pola estetika yang kaku atau patokan-patokan yang membelenggu kebebasan jiwa penyair. Dengan demikian, nilai puisi modern dapat dilihat pada keutuhan, keselarasan, dan kepadatan ucapan, dan bukan terletak pada jumlah bait dan larik yang membangunnya.
       Untuk mengapresiasi suatu puisi seorang pembaca harus menciptakan kontak, dalam arti membaca teks sastra dan melakukan penghayatan. Kontak ini bisa terjadi apabila pembaca memahami kode kebahasaan ataupun sistem tanda dalam puisi yang diapresiasi. Hanya melalui hubungan yang demikian komunikasi dapat berlangsung dan karya sastra mendapatkan maknanya.

       Terdapat Gejala komunikasi yang dapat dihubungkan dengan sejumlah fungsi bahasa ,diantaranya:
·         Fungsi emotif mengacu pada fungsi bahasa untuk menggambarkan, membentuk dan mengekspresikan gagasan, perasaan, pendapat, dan sikap penyair.
·         Fungsi referensial mengacu pada fungsi bahasa untuk menggambarkan objek, peristiwa, benda ataupun kenyataan tertentu sejalan dengan gagasan, perasaan, pendapat, dan sikap yang kita sampaikan
·         Fungsi puitik yakni fungsi bahasa untuk menggambarkan makna sebagaimana terdapat dalam lambang kebahasaan itu sendiri..
·         Fungsi fatis, mengacu pada konsepsi bahwa bentuk kebahasaan yang digunakan dalam komunikasi
·         Fungsi konatif berisi konsepsi bahwa peristiwa bahasa dalam komunikasi berfungsi menimbulkan efek, imbauan, ataupun dorongan tertentu penanggapnya..
            puisi sebagai suatu struktur makro keberadaannya terkait dengan penyair, konteks, gagasan, sistem tanda yang terwujud dalam bentuk teks yang menjadi sarana kontak dengan pembaca (penerima). Selain komponen makro juga ada mikro, yakni komponen yang membentuk puisi sebagai teks secara internal. Jelasnya suatu puisi akan memanfaatkan (1) bunyi bahasa, (2) katakata atau diksi, dan (3) penggunaan gaya bahasa untuk menciptakan kontak dengan pembacanya.
Unsur keindahan bunyi dalam puisi juga ditunjang oleh penggunaan unsur bunyi. Untuk memahami makna puisi, kita akan menemukan makna literal, pengertian tersirat, dan nilai kehidupan. Makna literal merupakan makna yang digambarkan oleh kata-kata dalam puisi seperti lazim dipersepsikan dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk memahami nilai kehidupan tentu saja kita harus memahami makna yang terdapat dalam puisi tersebut. Apabila hal tersebut dilaksanakan dan dihayati dalam kehidupan sehari-hari, manfaat itu berlaku juga bagi kehidupan manusia pada umumnya. Jadi jelas pemahaman nilai-nilai kehidupan memang benarbenar memiliki relevansi dengan kenyataan kehidupan sehari-hari.

FIKSI DAN UNSUR-UNSUR PEMBANGUNNYA

fiksi adalah cerita rekaan atau khayalan yang berdasarkan imajinasi prngarang. Kebenaran dalam dunia fiksi adalah kebenaran y...